Uncategorized

Laki-laki Korban Pemerkosaan Tetap Bisa ‘Tegang’

Laki-laki Korban Pemerkosaan Tetap Bisa 'Tegang'? Ini Penjelasannya

Laki-laki Korban Pemerkosaan Tetap Bisa ‘Tegang’ VipBandarQLounge – Seminggu ke belakang, viral seorang remaja laki-laki asal Probolinggo, Jawa Timur, yang menjadi korban pemerkosaan seorang biduanita atau penyanyi dangdut perempuan.

Padahal anggapan itu salah besar. Berikut ini penjelasannya secara ilmiah.

Organ intim laki-laki dipenuhi oleh ujung saraf sehingga sensitif terhadap sentuhan

Laki-laki Korban Pemerkosaan Tetap Bisa 'Tegang'? Ini Penjelasannya

Untuk memahami fenomena ini secara lebih dalam, kita harus mengetahui seperti apa anatomi organ seksual laki-laki. Area itu merupakan salah satu bagian paling sensitif di sekujur tubuhnya. Sebab, terdapat banyak ujung saraf di permukaan penis. 

Sensitivitas penis umumnya memuncak saat laki-laki sedang dalam masa pubertas atau di usia remaja.

Misalnya ketika area organ intim tak sengaja tersentuh, mengalami getaran saat berada di kendaraan, saat periksa alat kelamin ke dokter, atau bahkan ketika memangku kucing.

BACA JUGA : 7 Kuliner Unik Pantai Gading

Kenapa korban pemerkosaan tetap bisa ereksi walau menolak tindakan itu?

Laki-laki Korban Pemerkosaan Tetap Bisa 'Tegang'? Ini Penjelasannya

Menurut studi dari Criminal Law and Philosophy tahun 2019 yang berjudul “Can a Woman Rape a Man and Why Does It Matter?Mekanismenya sama seperti perempuan yang mengalami lubrikasi saat menjadi korban pemerkosaan. 

Rasa takut juga bisa membuat laki-laki ereksi dan ejakulasi

Laki-laki Korban Pemerkosaan Tetap Bisa 'Tegang'? Ini Penjelasannya

Kondisi inilah yang sering terjadi pada korban pemerkosaan. Sebuah laporan dalam Journal of the American Academy of Psychiatry and the Law berjudul “Male Victims of Sexual Assault: Phenomenology, Psychology, Physiology” menjelaskan kenapa ini bisa terjadi. 

Laki-laki bisa mengalami ejakulasi secara spontan ketika mereka merasa takut, cemas, dan berada di bawah tekanan yang hebat. Tubuhnya juga akan menunjukkan tanda-tanda gairah seperti terangsang, ereksi, jantung berdebar-debar, dan lainnya.

Stereotipe dan toxic masculinity menjegal laki-laki saat mengalami pemerkosaan

Laki-laki Korban Pemerkosaan Tetap Bisa 'Tegang'? Ini Penjelasannya

Dua hal yang paling menyulitkan laki-laki saat mengalami pemerkosaan adalah stereotip dan toxic masculinity.

Antaranya:

  • Laki-laki dianggap selalu mau melakukan seks. Masyarakat merasa bahwa kaum adam tidak akan pernah menolak hal ini, sehingga korban dipandang beruntung dan harus berterima kasih kepada perempuan yang memerkosanya;
  • Laki-laki dipandang sebagai makhluk yang kuat, sehingga masyarakat menganggap bahwa pemerkosaan tidak mungkin terjadi padanya
  • Seks adalah sesuatu yang dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan. Hal ini tentu salah karena kedua pihak seharusnya memiliki peran yang sama;
  • Laki-laki dianggap tidak kehilangan apa-apa saat diperkosa, .Padahal, siapa pun yang menjadi korban pemerkosaan pasti akan mengalami trauma yang bisa merenggut seluruh hidupnya di masa depan.

Padahal, semua korban tindak kejahatan seksual itu sama-sama menderita, merasakan sakit, dan kehilangan kehidupannya. Terlepas dari apa gender mereka. 

Laki-laki Korban Pemerkosaan Tetap Bisa ‘Tegang’

Menjawab pertanyaan warganet, kenapa korban tidak langsung lapor setelah diperkosa?

Laki-laki Korban Pemerkosaan Tetap Bisa 'Tegang'? Ini Penjelasannya

Berikutnya, dalam kasus pemerkosaan remaja laki-laki di Probolinggo ini, korban baru melapor tiga hari setelah waktu kejadian.

Korban kekerasan seksual tidak selalu bersedia untuk speak up atau melapor. Bahkan, pemerkosaan yang kamu lihat di berita, itu belum semuanya. Masih banyak kasus lain yang tidak terekspos karena korban tidak mau melapor. Kenapa ini terjadi?

Itulah kenapa korban pemerkosaan tidak selalu speak up atau baru melapor setelah lewat beberapa hari, bulan, atau tahun.

Ereksi dan ejakulasi yang dialami korban tidak berarti mereka menikmati pemerkosaan

Laki-laki Korban Pemerkosaan Tetap Bisa 'Tegang'? Ini Penjelasannya

Keduanya sama sekali tak berarti bahwa korban menikmati tindakan pemerkosaan. Padahal, sama sekali tidak. Pemerkosaan dalam bentuk apa pun itu tidak pernah menyenangkan untuk korban, tak peduli apa gender mereka. 

Korban pemerkosaan bahkan tak jarang menyalahkan respons tubuhnya yang tidak sesuai ekspektasi.

Hal ini bukan hanya menyakiti korban, tetapi juga menunjukkan bahwa masyarakat kita tidak memiliki empati terhadap sesama. 

Mulai sekarang, yuk, coba tempatkan diri di “sepatu” orang lain. Jangan gunakan pengalaman menyakitkan ini untuk menghina dan menyalahkan korban. Kita sebagai masyarakat seharusnya melindungi mereka dan membantu proses hukum agar pelaku mendapatkan sanksi yang setimpal. 

Baca Juga : Manfaat Konsumsi Kurma yang Perlu Diketahui

cs

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *