Penyebab, Gejala, Diagnosis, Pengobatan Sindrom Ruminasi
Apa Itu Sindrom Ruminasi?
VIPBANDARQLOUNGE Sindrom ruminasi merupakan sebuah kondisi ketika seseorang memuntahkan makanan yang telah ditelan namun belum dicerna tubuh, lalu mengunyahnya lagi sebelum kemudian menelannya atau memuntahkannya kembali.
Kondisi memuntahkan makanan yang sudah ditelan ini terjadi secara alami dan tidak dipaksakan dan karena makanan belum tercerna oleh sistem pencernaan, mengunyahnya kembali bukan masalah.
Rasa makanan yang belum sampai ke lambung tidak akan terasa asam dan cenderung masih memiliki rasa yang normal. Kondisi sindrom ruminasi ini umumnya dapat terjadi tepat setiap usai makan.
Ini termasuk kondisi kronis dan langka yang bisa menyerang bayi, anak-anak, dan orang dewasa. Ruminasi umumnya terjadi setiap kali kamu makan dan terjadi segera setelah makanan tertelan.
Fakta Tentang Sindrom Ruminasi
- Tidak terdapat data jelas dan spesifik mengenai prevalensi sindrom ruminasi karena masih kurangnya laporan yang tersedia
- Karena data yang masih tergolong sangat sedikit, sindrom ruminasi dianggap sebagai kondisi langka
- Sindrom ruminasi termasuk dalam klasifikasi gangguan gastroduodenal fungsional
- Rata-rata pasien dengan gejala sindrom ruminasi akan memeriksakan diri ke dokter yang berbeda, menempuh pemeriksaan beberapa kali dan mengalami gejala kurang lebih 6,5 tahun sebelum terdiagnosa. Hal ini didukung oleh sebuah hasil studi yang menunjukkan bahwa terdapat sekitar 11% pasien dengan sindrom ruminasi mengalami gejala selama 5 tahun lebih sebelum akhirnya kondisi sindrom ini terdiagnosa
- Sementara itu, terdapat 4% pasien mengalami sindrom ruminasi dan baru kurang lebih 6 bulan kondisi ini terdeteksi dan terdiagnosa
- Sebuah hasil studi menunjukkan kasus sindrom ruminasi lebih tinggi terjadi pada wanita (sebanyak 74%) dengan usia antara 18-68 tahun dan kemampuan kognitif
- Sebuah hasil studi di Sri Lanka menunjukkan bahwa terdapat 5% anak perempuan dan 5,1% anak laki-laki dengan rentang usia 10-16 tahun yang menderita sindrom ruminasi
- Di Indonesia, data prevalensi sindrom ruminasi pun belum diketahui.
Penyebab Sindrom Ruminasi
Sindrom ruminasi sering disalahartikan dengan penyakit lain, seperti bulimia nervosa, penyakit gastroesophageal reflux (GERD), dan gastroparesis. Beberapa penderita sindrom ruminasi memiliki kaitan dengan gangguan evakuasi rektum, yang mana koordinasi otot dasar panggul yang buruk menyebabkan sembelit kronis.
Kondisi ini telah lama diketahui menyerang bayi dan orang-orang dengan masalah perkembangan. Sindrom ruminasi lebih mungkin terjadi pada orang dengan masalah kecemasan, depresi, atau gangguan kejiwaan lainnya.
Penyebab pasti sindrom ruminasi belum diketahui hingga kini, namun peningkatan tekanan pada perut diduga kuat menjadi penyebab keluarnya makanan secara alami
Karena kondisinya yang memiliki kemiripan, sindrom ruminasi kerap dianggap sebagai kondisi gastroparesis, bulimia nervosa, atau GERD (gastroesophageal reflux disease)
Kondisi ini pun jauh lebih berisiko terjadi pada orang-orang dengan gangguan perkembangan maupun anak-anak usia bayi.
Meski demikian, sindrom ruminasi dapat terjadi pada siapa saja, termasuk pada anak yang lebih besar, usia remaja, hingga orang dewasa.
Walau tak diketahui penyebab pasti dari kondisi sindrom ini, umumnya sindrom ruminasi dapat terjadi karena beberapa faktor risiko seperti berikut :
- Memiliki penyakit atau gangguan pencernaan.
- Mengalami stres sehingga memicu perilaku memuntahkan makanan.
- Suka mengunyah makanan.
- Pola asuh orang tua; kerap menelantarkan anak mampu memperbesar potensi seorang anak memiliki kondisi sindrom Ruminasi.
- Upaya anak dalam memperoleh perhatian dari orang tuanya; dengan memuntahkan makanan maka anak merasa orang tuanya akan memerhatikan.
- Memiliki gangguan kecemasan atau depresi.
Gejala sindrom ruminasi
iilustrasi regurgitasi (freepik.com/freepik)
Dilansir Healthline, gejala utama sindrom ruminasi adalah regurgitasi berulang dari makanan yang tidak tercerna. Regurgitasi biasanya terjadi antara 30 menit hingga 2 jam setelah makan.
Gejala lain mungkin termasuk:
- Bau mulut.
- Penurunan berat badan.
- Sakit perut atau gangguan pencernaan.
- Kerusakan gigi.
- Mulut atau bibir kering.
Sindrom ruminasi menunjukkan gejala yang sama pada anak-anak maupun orang dewasa. Orang dewasa lebih cenderung memuntahkan makanan yang dimuntahkan, sedangkan anak-anak lebih cenderung mengunyah dan menelan kembali makanan.
Faktor risiko sindrom ruminasi
Seperti yang sempat disebutkan, sindrom ruminasi dapat menyerang siapa saja, tetapi paling sering terlihat pada bayi dan anak-anak penyandang disabilitas intelektual.
Beberapa sumber mengatakan bahwa kondisi ini lebih mungkin menyerang perempuan. Akan tetapi, studi tambahan masih diperlukan untuk mengonfirmasinya.
Faktor lain yang dapat meningkatkan risiko sindrom ruminasi pada anak-anak dan orang dewasa meliputi:
- Memiliki penyakit akut.
- Memiliki masalah kesehatan mental.
- Mengalami gangguan kejiwaan.
- Menjalani operasi besar.
- Mengalami pengalaman yang menegangkan.
Penelitian lebih lanjut di perlukan untuk mengidentifikasi bagaimana faktor-faktor ini berkontribusi pada sindrom ruminasi.
4. Diagnosis sindrom ruminasi
Tidak ada tes khusus untuk mengidentifikasi sindrom ruminasi. Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan meminta pasien untuk menjelaskan gejala serta riwayat kesehatan. Makin rinci penjelasan pasien, diagnosis akan makin baik. Penyebab, Gejala, Diagnosis, Pengobatan Sindrom Ruminasi
Tes tertentu dapat di gunakan untuk menyingkirkan kondisi medis lainnya. Contohnya tes darah dan studi pencitraan dapat di gunakan untuk menyingkirkan gangguan pencernaan. Dokter mungkin akan mencari tanda-tanda masalah lainnya, seperti dehidrasi atau kekurangan nutrisi.
Pemeriksaan Sindrom Ruminasi
Pada saat memeriksakan kondisi gejala ke dokter, beberapa metode di agnosa yang umumnya dokter gunakan antara lain adalah :
- Pemeriksaan Fisik, Riwayat Gejala dan Riwayat Medis
Pemeriksaan di awali dengan pemeriksaan fisik terhadap pasien.
Dokter juga akan memberikan sejumlah pertanyaan mengenai gejala-gejala yang di alami beberapa waktu terakhir.
Dokter juga akan menanyakan riwayat medis pasien dan keluarga pasien untuk mengetahui apakah gejala yang di alami ada kaitannya dnegan kondisi medis yang pernah atau sedang di derita.
- Observasi Perilaku
Mengobservasi perilaku pasien juga akan di lakukan oleh dokter bila di rasa perlu.
Seringkali bahkan dengan observasi saja sudah cukup bagi dokter untuk memastikan bahwa kondisi gejala benar-benar mengarah pada sindrom ruminasi.
- Manometri Esofagus Resolusi Tinggi
Manometri merupakan metode di agnosa yang di lakukan dokter dengan memasukkan tabung kecil lebih dulu ke dalam kerongkongan.
Tabung ini terhubung dengan alat perekam tekanan sehingga saat sudah masuk ke kerongkongan, kontraksi otot kerongkongan ketika pasien menelan dapat terdeteksi dan terukur dengan baik.
- Pengukuran Impedansi
Sama halnya dengan manometri, pengukuran impedansi bertujuan untuk mengetahui tekanan pada perut dan juga seberapa besar peningkatan tekanan tersebut.
Dari hasil gambar pemeriksaan juga dapat membantu dokter dalam menentukan bentuk perawatan atau terapi yang di perlukan oleh pasien.
- Esofagogastroduodenoskopi
Bila diperlukan, tes penunjang lainnya yang dokter akan lakukan adalah esofagogastroduodenoskopi.
Pemeriksaan ini berfokus pada bagian atas duodenum (usus kecil), perut dan kerongkongan.
Melalui pemeriksaan ini akan dapa terdeteksi adanya obstruksi atau hambatan pada area-area organ tubuh tersebut.
- Biopsi
Jika pemastian kondisi belum dapat di lakukan, dokter biasanya masih harus melakukan biopsi.
Dokter akan mengambil sedikit sampel jaringan dari bagian atas usus kecil, perut dan kerongkongan untuk dianalisa lebih jauh.
- Pengosongan Lambung
Metode pemeriksaan lainnya yang kemungkinan di perlukan adalah mendeteksi berapa lama waktu proses pengosongan makanan dari perut pasien.
Prosedur ini juga dapat di lakukan ketika dokter perlu tahu berapa lama makanan yang telah di kunyah dan di telan sampai ke usus kecil dan besar.
Kondisi Medis Lain Serupa dengan Sindrom Ruminasi
Kondisi gejala sindrom ruminasi kerap di anggap sebagai kondisi lain, seperti GERD atau penyakit asam lambung, bulimia nervosa, dan gastroparesis.
Padahal, keempat kondisi ini berbeda dan sangat perlu untuk mengenal kondisi-kondisi ini agar dapat mewaspadainya.
1. GERD (Gastroesophageal Reflux Disease) / Penyakit Asam Lambung
GERD atau penyakit asam lambung yang di tandai oleh sensasi terbakar pada dada yang di sebut heartburn.
Gejala tersebut timbul ketika asam lambung naik hingga kerongkongan dan kondisi ini dapat di derita oleh anak-anak maupun orang dewasa. Penyebab, Gejala, Diagnosis, Pengobatan Sindrom Ruminasi
Pada penyakit GERD, mual dan muntah juga terjadi secara alami dan makanan yang di muntahkan juga mengandung asam (tidak seperti sindrom ruminasi).
Selain itu, gejala lain yang turut menyertai berbeda dari tanda-tanda sindrom ruminasi seperti misalnya :
- Batuk kronis tidak berdahak.
- Sakit tenggorokan dan sakitnya lebih di rasakan saat di gunakan menelan.
- Sering bersendawa.
- Perut terasa penuh dan cepat kenyang walau makan hanya sedikit.
- Suara parau.
- Sensasi mengganjal pada kerongkongan.
2. Bulimia Nervosa
Bulimia nervosa merupakan kondisi gangguan makan di mana penderitanya akan dengan sengaja memuntahkan kembali makanan yang sudah di makan.
Gejala yang timbul pada bulimia nervosa juga terdiri dari gejala fisik maupun gejala psikologis, yaitu :
- Radang tenggorokan.
- Bau mulut.
- Kerusakan gigi.
- Perut kembung.
- Sakit perut.
- Rahang dan pipi tampak membesar.
- Tubuh melemah.
- Menghindari makan di depan orang lain, termasuk di tempat umum.
- Memiliki kecemasan.
- Memiliki rasa percaya diri yang rendah.
- Menarik diri dari lingkungan pergaulan.
- Cenderung penyendiri.
- Memiliki pandangan negatif terhadap bentuk tubuh dan berat badan diri sendiri sehingga merasa takut menjadi gemuk.
3. Gastroparesis
Gastroparesis merupakan sebuah kondisi di mana otot lambung mengalami gangguan sehingga gerakan lambung yang seharusnya membuat makanan terdorong ke usus melambat.
Muntah yang menyertai rasa mual memang merupakan gejala gastroparesis pada umumnya, namun pada kondisi gastroparesis, kondisi ini di sebabkan oleh saraf pengatur gerakan otot lambung yang telah rusak.
Sementara itu, gejala-gejala pada gastroparesis lebih memiliki kemiripan dengan GERD, yaitu sebagai berikut :
- Nyeri pada perut.
- Nyeri pada ulu hati.
- Sensasi panas pada area dada.
- Perut begah.
- Mudah kenyang.
- Berat badan turun.
- Terkadang makanan belum tercerna akan keluar melalui muntah (ruminasi dapat menjadi bagian dari gejala gastroparesis).
Pengobatan Sindrom Ruminasi
Pengobatan untuk sindrom ruminasi biasanya tergantung usia pasien, kemampuan kognitif dan kondisi kesehatan secara menyeluruh.
Keberadaan penyakit lain di dalam tubuh pasien memungkinkan dokter menentukan penanganan yang berbeda.
Namun pada umumnya, penanganan sindrom Ruminasi meliputi pemberian obat dan terapi perilaku.
1. Obat-obatan
Beberapa jenis obat kemungkinan besar di resepkan oleh dokter, khususnya bila kondisi pasien sudah pada tahap di mana kerongkongan rusak.
Karena seringnya memuntahkan makanan yang sudah tertelan, kondisi kerongkongan dapat memburuk.
Maka beberapa jenis obat seperti omeprazole atau esomeprazole umumnya di berikan oleh dokter.
Tujuan pemberian salah satu dari jenis obat tersebut adalah untuk memberikan perlindungan pada lapisan kerongkongan/esofagus.
Pemberian obat ini umumnya menyertai terapi perilaku sehingga kedua metode perawatan ini bisa di peroleh pasien dalam waktu bersamaan.
Pemberian obat akan melindungi lapisan kerongkongan sampai frekuensi gejala ruminasi berkurang.
Selain itu, obat yang di resepkan juga akan membuat perut terasa lebih tenang terutama setiap sehabis makan.
2. Terapi Perilaku
Terapi perilaku yang pasien perlu dapatkan antara lain adalah :
- Pelatihan Pembalikan Kebiasaan
Terapi perilaku pembalikan kebiasaan adalah jenis terapi yang paling di butuhkan oleh pasien penderita sindrom ruminasi tanpa gangguan perkembangan.
Pada proses perawatan ini, pasien mempelajari mengenali waktu terjadinya ruminasi. Penyebab, Gejala, Diagnosis, Pengobatan Sindrom Ruminasi
Terapis akan membimbing dan mendampingi pasien dalam melakukan latihan pernafasan (mengambil dan mengeluarkan nafas) dengan otot perut.
Terapis akan mengajarkan bagaimana cara bernafas menggunakan otot diafragma yang benar selama proses terapi ini.
Metode pernafasan ini sangat membantu bagi pasien agar keinginan memuntahkan makanan serta kontraksi pada perut dapat berkurang.
- Biofeedback
Masih termasuk jenis terapi perilaku, biofeedback adalah metode pengobatan yang akan membantu agar fungsi tubuh pasien dapat lebih terkontrol.
Metode ini dapat di lakukan bersama dengan terapi pembalikan kebiasaan (teknik pernafasan diafragma).
- Dukungan Orang Tua atau Pengasuh
Untuk kasus sindrom ruminasi pada bayi, tenaga medis memerlukan bantuan orang tua anak atau pengasuh dalam proses perawatannya.
Orang tua dan pengasuh dapat mengubah perilaku dan lingkungan sekitar bayi agar kecenderungan memuntahkan makanan mereda.