VIPBANDARQLOUNGE – Kasus perpeloncoan di lembaga-lembaga negara di Thailand kembali menelan korban jiwa.
Seorang siswa sekolah menengah di Thailand, yang sempat jatuh koma akibat tindak kekerasan teman-teman sekolahnya, meninggal dunia
Ritual perpeloncoan yang secara umum disebut SOTUS, atau senioritas (seniority), ketertiban (order), tradisi (tradition), persatuan (unity), dan semangat (spirit)
Telah dianggap sebagai hal biasa di kampus, sekolah DominoQQ kejuruan, sekolah menengah, bahkan akademi militer, yang digelar setiap tahun.
Para siswa yang lebih muda itu kerap diwajibkan menjalani ujian mental dan fisik yang ditetapkan oleh kakak tingkat mereka.
Mulai dari hal-hal remeh seperti membawa barang-barang milik senior, hingga yang menyebabkan cedera parah, bahkan dalam kasus ekstrem, berujung pada kematian.
Kasus terakhir yang berakhir fatal Agen Poker dialami seorang bocah laki-laki berusia 15 tahun di provinsi Nakhon Pathom.
Pathom dilaporkan diserang pada akhir bulan lalu oleh tiga seniornya, yang diduga menendangnya dengan keras pada bagian dada hingga menyebabkan remaja itu jatuh koma.
Namun polisi mengonfirmasi remaja itu telah meninggal dan ketiga senior yang didakwa telah melakukan penyerangan akan menghadapi tuduhan yang lebih serius.
Letnan kolonel polisi Pinyo BandarQ Musiksan mengatakan, dakwaan yang dijatuhkan kepada ketiganya termasuk “niat untuk membunuh”.
Dua di antara senior itu akan diadili di pengadilan remaja karena masih berusia di bawah 18 tahun. Ketiganya telah dibebaskan dengan jaminan.
Sebuah kelompok anti-perpeloncoan mencatat rata-rata terjadi 250 kasus perpeloncoan di lembaga-lembaga pendidikan Thailand setiap tahun, namun hanya kasus terberat yang muncul ke permukaan.
Kasus serupa juga turut Agen Poker menjadi permasalahan di angkatan bersenjata Thailand
di mana para rekrutan muda diduga mendapat perlakuan keras dan dilecehkan oleh atasan mereka di akademi militer.
Pada 2017, kasus meninggalnya seorang kadet tentara berusia 18 tahun menarik perhatian nasional
setelah pihak keluarga menemukan bahwa sejumlah organ dalam putra mereka telah dikeluarkan dari tubuh.
Sementara pihak militer cuci tangan dari tuduhan kesalahan dengan tetap berpegang pada penjelasan awal
bahwa siswa akademi militer tahun pertama itu meninggal karena gagal jantung.
Pemerintahan Thailand juga baru saja mengakhiri pemerintahan militernya dan beralih ke demokrasi, setelah Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha melepas jabatan sebagai kepala pemerintahan militer.