VipBandarQ Lounge Biasanya, dipuji memang terasa menyenangkan ya? Gak heran jika kamu jadi terdorong untuk sering memuji orang lain agar mereka merasa lebih didukung atau dihargai pencapaiannya. Tetapi hati-hati lho, kalau asal memuji, bisa-bisa orang lain malah merasa gak nyaman. Pujianmu terasa gak tulus, cuma sekadar basa-basi atau justru ada maksud tersembunyi.
Penasaran apa yang membuat pujianmu terasa palsu? Jangan lewatkan penjelasan di bawah ini!
Pujianmu berlebihan
Kalau pujianmu lahir dari hati yang terdalam, biasanya otomatis ukurannya akan pas dengan materi yang dipuji. Reaksimu gak berlebihan maupun terasa kurang. Namun jika sebenarnya kamu terpaksa, kamu akan menimbang-nimbang dahulu pujian yang hendak disampaikan.
Tentu saja, kamu gak ingin keterpaksaan itu sampai terlihat, ‘kan? Akibatnya, biar terdengar benar-benar ikut bangga atas pencapaian seseorang, kamu malah jadi berlebihan. Prestasi seseorang biasa saja tetapi kamu memujinya seolah-olah ia telah berhasil menggenggam dunia.
Jangan mengira penerima pujian gak bisa merasakannya ya? Terlebih bila ia memang peka. Mendengar pujianmu, ia mungkin seketika membatin, ‘Apaan sih? Lebay amat.’
Lidah memuji tetapi ekspresi wajah dan gerak tubuh gak selaras
Ucapan bisa diatur sedemikian rupa. Namun hanya segelintir orang yang bisa dengan rapi menyembunyikan perasaan yang sesungguhnya. Jadi, jangan lagi berpikir lawan bicaramu hanya berfokus pada kata-katamu, ya?
Lebih penting dari apa yang kamu katakan ialah apa yang mereka lihat dari ekspresi wajah dan gerak tubuhmu. Jika kamu memuji seseorang tetapi kamu bahkan mengalihkan pandangan ke hal lain meski hanya sekian detik, dia akan tahu kalau sebenarnya kamu gak sungguh-sungguh dengan pujianmu. VipBandarQ
Apalagi, kalau kamu memuji sambil lalu saja. Misalnya, menyampaikan pujian tetapi seraya sibuk sendiri. Sebab orang yang paling sibuk pun akan seketika teralih perhatiannya jika ia benar-benar merasa antusias akan sesuatu.
Pujianmu terdengar sekadar “membeo”
Kamu gak pernah menjadi yang pertama mengucapkan selamat dan pujian lainnya sekalipun kamulah yang mengetahui kabar baik itu pertama kali. Setelah orang-orang memuji, barulah kamu juga memuji. Jelas, kamu sebenarnya hanya hendak memenuhi standar kepantasan.
Sebab akan janggal sekali jika orang-orang di sekitarmu memuji, tetapi kamu gak. Sebaliknya bila kamu mendapati cukup banyak orang yang gak memuji, kamu merasa aman untuk gak perlu ikut memuji. Padahal, orang yang cermat bisa dengan mudah melihat pola perilakumu ini.
Habis memuji seseorang, tiba-tiba kamu membahas pencapaian-pencapaianmu sendiri
Memuji sih, tetapi setelahnya kok sibuk sendiri menyebutkan pencapaian-pencapaianmu? Seperti gak ingin tertandingi. Atau lebih tepatnya, ingin dipuji juga ya?
Bahkan dengan pujian yang lebih hebat ketimbang pujianmu pada seseorang sebelumnya. Bila orang yang kamu puji punya sifat gak enakan, ujung-ujungnya kalian terjebak pada komunikasi penuh basa-basi.
Saling memuji tiada henti demi mendapatkan balasan pujian. Sampai akhirnya kalian kehilangan esensi. Apa sih, yang sebenarnya sedang kalian lakukan? Capek deh!
Giliranmu mencapai sesuatu dan sepi pujian, kamu sewot
Masih terkait dengan poin sebelumnya nih. Bagaimana jika setelah kamu sibuk menjabarkan pencapaianmu, malah gak ada yang memujimu? Kalau selama ini pujianmu pada orang-orang sekadar basi-basi, pasti kamu akan menampakkan kekesalan. VipBandarQ
Kamu mungkin akan menyindir mereka yang seperti gak bisa mengapresiasi pencapaianmu. Atau, terus berusaha menunjukkan barisan panjang prestasimu demi memancing pujian. Awas, kamu malah tampak sedang menyombongkan diri kalau begini.
Dipuji memang menyenangkan. Tentu hanya jika pujianmu tulus. Kalau pujianmu palsu, selain bikin penerimanya gak nyaman, kamu juga jadi menderita sendiri kan?
Jadi lebih apa adanya saja deh. Pujilah orang lain hanya jika kamu memang ingin memujinya. Gak perlu memaksakan diri. Orang lain juga belum tentu berharap pujian darimu, kok.